“Jika diberikan amanat sebagai pelayan masyarakat Indonesia, kami akan melakukan link and match antara kakao rakyat dengan dunia usaha dan pemerintah dalam konsep public private partnership. Termasuk di dalamnya replanting atau penanaman kembali yang melibatkan tiga pihak tadi. Dalam kondisi ekonomi seperti ini, tidak tepat kita melakukan kebijakan impor padahal kita punya sumber daya, hanya tinggal dimaksimalkan,” papar Sandi dalam keterangan tertulis (24/12/2018).
“Sekarang bahan baku sangat sulit di dapat. Padahal tahun 2000 Indonesia surplus Kakao, hingga ada pelarangan ekspor bahan mentah dan mengundang industri untuk mengolah kakao di Indonesia. Sayangnya sekarang produksi menurun, hingga kami harus impor dari dari Equador dan Pantai Gading Afrika untuk memenuhi produksi kami,” terang Ahmad.
Ahmad menambahkan, kebutuhan Kakao masih sangat besar untuk keperluan industri cokelat di dunia. Indonesia harusnya bisa menjadi pemain sebagai salah satu penghasil Kakao terbesar.
“Sayang jika terjadi penurunan pertanian Kakao, tapi sudah agak terihat ada penurunan jumlah produksi, padahal Indonesia dari data terakhir punya 1,6 juta hektare lahan kakao. Sayangnya sebagian tidak ada peremajaan, usia tanamannya sudah lebih dari usia 25 hingga 30 tahun,” lanjut Ahmad. (dct)