Kejari Tebingtinggi Patut Minta BPK. RI Hitung Kerugian Negara Terkait Dugaan Korupsi Di Pasar Induk

TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI adalah lembaga yang resmi menetapkan dan atau menilai jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh Bendahara, pengelola badan usaha milik negara, pengelola anggaran negara sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dituangkan dalam Keputusan Badan Pemeriksa keuangan sebagai bentuk ketetapan dalam bentuk Hukum Administrasi Negara.

Hal ini perlu diperhatikan oleh pihak tim penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kota Tebingtinggi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemasangan tembok penahan dan pemasangan paving block Pasar Induk di Jalan AMD, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu Kota Tebingtinggi, ujar Ratama Saragih Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran kepada mimbarsumut.com, Kamis (13/7/2023).

Tim penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kota Tebingtinggi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sudah melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Perdagangan, Koperasi dan UKM, Jalan Gunung Lauser, Rabu (5/7/2023), ini mengisyaratkan bahwa ada dua alat bukti yang sudah terpenuhi didalam perbuatan melawan hukum, tambah respondennya BPK.RI ini.

Maka sepatutnyalah Kejaksaan Negeri Tebingtinggi meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menghitung kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan melawan hukum yang dimaksud karena Undang-ndang sudah mengamanatkan.

Dikuatirkan jika Kejari Tebingtinggi menggunakan lembaga lain untuk menghitung kerugian negara bukan atas nama badan Pemeriksaan Keuangan dan atau tanpa penghunjukan resmi dari BPK.RI maka diragukan keabsahannya dan membuka celah bagi si terduga untuk bermain mata dan atau diragukan validitasnya.

Pemilik sertifikat ‘Aspek Hukum Dalam Pemeriksaan Keuangan Negara’ ini, mangatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak berwewenang menentukan kerugian keuangan negara kepada Bukan Pejabat Negara (Rekanan) maupun penyelenggara negara (PA, KPA, PPK,PPTK) sebagaimana dikuatkan dalam Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor.946K/PDT/2011, tanggal 23 Agustus 2011.

Putusan Mahkamah Agung (MA) yang dimaksud adalah termasuk Sumber Hukum “Formil” dalam bentuk Yurisprudensi sehingga wajib ditaati dan dilaksanakan, imbuhnya lagi.

Ratama mengatakan, banyak kasus dugaan korupsi yang menimbulkan polemik diperhitungan kerugian negara, karena yang menghitung tidak berkompeten dan bisa jadi batal demi hukum dipersidangan oleh karena prosedural hukumnya sudah cacat, inikan berbahaya buat Negara.

Kasus Pasar Induk ini sebenarnya sudah lama naik kepermukaan, ketus Ratama lantaran tahun 2018 saja Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sudah mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprindilik) pembangunan gedung Pasar Induk, namun tak tuntas.

Pasar induk sudah Total Lost, artinya mulai dari aspek perencanaan sampai pembangunan dan seterusnya sarat adanya mafia anggaran yang menjolok anggaran sampai membagi-bagikannya, hasilnya pasar induk tak berfungsi sama sekali.

Kejaksaan Negeri Kota Tebingtinggi diharapkan bisa menyelamatkan uang negara karena pastilah kasus ini sudah disupervisi oleh Kejagung, sebut Ratama Saragih.

Laporan : napit

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed