TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Dalam suasana Ramadan yang penuh berkah ini Pimpinan Daerah Ikatan Pelajar Al-Washliyah (IPA) Kota Tebingtinggi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat (P) Lafran Pane Tebingtinggi, serta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Bina Karya Tebingtinggi menggelar acara Ngabuburit Kebangsaan di Café Kopang, Kota Tebingtinggi. Minggu (16/03/2025)
Kegiatan ini menjadi momen refleksi tentang peran pemuda dalam membangun bangsa di tengah tantangan zaman, sekaligus mempererat silaturahmi melalui diskusi dan buka puasa bersama.
Acara ini menghadirkan tiga pemantik (pemateri) yang mengulas berbagai aspek mengenai kesadaran kebangsaan di kalangan pemuda.
Zulfadli Matondang, S.Sos., M.SP membuka diskusi dengan menekankan pentingnya literasi dan kecintaan terhadap buku sebagai syarat utama bagi pemuda yang ingin berkontribusi dalam perubahan sosial.
“Kita mengenal Soe Hok Gie, Tan Malaka, Chairil Anwar, Haji Agus Salim, mereka semua adalah pemuda yang banyak membaca, banyak menulis, dan memiliki pemikiran yang tajam. Mereka tidak sekadar marah terhadap ketidakadilan, tetapi memahami akar masalahnya dengan membaca dan menganalisis,” ujarnya.
Zulfadli menambahkan bahwa kehilangan minat membaca sama saja dengan kehilangan daya pikir. “Hari ini, kita sering melihat pemuda begitu vokal di media sosial, tetapi tanpa pemahaman yang mendalam. Pemuda harus kembali membaca buku, menggali referensi, dan berdiskusi agar tidak hanya ikut-ikutan dalam wacana yang dangkal,” tambahnya.
Sementara itu, Zen Agustar, S.Pd menyampaikan kegelisahannya terhadap generasi muda yang tampak semakin kehilangan rasa resah terhadap keadaan bangsa.
“Dulu, pemuda gelisah ketika melihat ketimpangan sosial. Mereka turun ke jalan, menulis gagasan, dan memperjuangkan perubahan. Tapi sekarang, banyak yang justru nyaman dalam ketidaktahuan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa pemuda harus mulai mempertanyakan mengapa mereka tidak lagi tergugah oleh realitas sosial yang timpang. “Jika kita kehilangan rasa resah, maka kita kehilangan alasan untuk bergerak,” tegasnya.
Di sisi lain, Jihan Akbar Nasution menyoroti tantangan pemuda dalam era digital yang penuh dengan disinformasi dan propaganda. Ia mengingatkan bahwa informasi yang mudah diakses justru bisa menjadi bumerang jika tidak disikapi dengan kritis.
“Kita punya akses keribuan informasi dalam sehari, tetapi seberapa banyak yang benar-benar kita pahami ? Jangan sampai kita menjadi pemuda yang mudah digiring opini hanya karena malas mencari sumber yang valid,” tuturnya.
Diskusi berlangsung hangat dengan partisipasi aktif dari para peserta. Mereka menyampaikan berbagai pandangan tentang bagaimana pemuda hari ini seharusnya menyikapi kondisi bangsa.
Menjelang waktu berbuka puasa, acara ditutup dengan doa bersama serta sesi berbagi pengalaman. Ngabuburit Kebangsaan ini diharapkan menjadi titik awal bagi pemuda Tebingtinggi untuk kembali menggali literasi, membangun kesadaran kritis, dan menghidupkan kembali gairah berpikir dalam menghadapi tantangan kebangsaan.
Laporan : Faiz