BANTEN (mimbarsumut.com) – Sekira tahun 2018, H. Abdul bin H. Saleh membeli lahan tanah milik Duriah. Tanah Duriah yang telah dibelikan H. Abdul bin H. Saleh tersebut termasuk dalam sertifikan hak milik atas nama Susilowati.
Dan pada tahun 2019 PT. Infinity Realty (MGK) baru membeli lahan tanah Susilowati. Kemudian tanah Duriah yang telah dibeli oleh H. Abdul bin H. Saleh tersebut saat ini telah dimiliki, dikuasai dan sudah dibangun unit rumah hunian bersubsidi oleh PT. Infinity Realty (MGK), kata sumber kepada mimbarsumut.com, yang namanya enggan dituliskan, Selasa (22/04/2025).
“Lahan tanah milik Madisa yang dibelikan oleh H. Abdul bin H. Saleh tidak termasuk didalam SHM atas nama Susilowati.
“Kejadian jual beli tanah antara H. Abdul bin H. Saleh dengan Duriah tersebut adalah untuk mengganti tanah miliknya Madisa. Dan tanah Madisa tidak termasuk dalam SHM atas nama Susilowati,” ungkap sumber.
Masih menurut sumber, pada tahun 2019, PT. Infinity Realty (MGK) baru membeli lahan tanah miliknya Susilowati. Jadi surat jual beli sementara H. Abdul bin H. Saleh dengan Duriah dan surat jual beli sementara antara H. Abdul bin H. Saleh dengan Madisa tersebut tidak akan pernah ada membuat suatu kerugian bagi PT. Infinity Realty (MGK), jelas nara sumber sambil menghela napas.
“Saya sudah jelaskan diatas bahwa transaksi jual beli H. Abdul dengan Duriah dan termasuk Madisa adalah tahun 2018. Sementara PT. Infinity Realty (MGK) pada tahun 2019 baru membeli lahan tanah milik Susilowati. Dimana ada kesambungan hukum antara H. Abdul bin H. Saleh dengan PT. Infinity Realty (MGK).
Dan tanah Duriah yang telah dibeli H. Abdul bin H. Saleh seluas 1800 M2 yang termasuk didalam SHM atas nama Susilowati tersebut sudah dimiliki, dikuasai dan dibangun PT. Infinity Realty (MGK) juga”. tutupnya
Menanggapi permasalahan diatas Cebardad S berdarah Batak kelahiran 1969 mengatakan, “Azas IN DUBIO PRO REO yang berarti, “dalam keraguan, berpihaklah kepada terdakwa”.
Artinya, jika ada keraguan tentang kesalahan terdakwa, maka sebaiknya terdakwa diberikan manfaat keraguan tersebut dengan dibebaskan,” tutur Cebardad S
“Dalam hal ini hakim harus sangat hati-hati membuat keputusan, dan hanya boleh menghukum seseorang jika ada bukti yang cukup kuat tentang kesalahan, ” tambah Cebardad S
Masih menurut Cebardad S lebih baik melepaskan orang yang bersalah daripada menghukum orang yang tidak bersalah adalah sebuah adagium hukum yang menekankan pentingnya keadilan dan hak asasi manusia. Artinya, lebih baik seribu (1000) orang yang bersalah dilepaskan daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
“Sementara unsur-unsur Pasal 263 KUHP meliputi perbuatan membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menimbulkan hak, kewajiban, atau pembebasan utang, atau yang digunakan sebagai bukti. Perbuatan ini dilakukan dengan maksud untuk menggunakan surat tersebut seolah-olah asli dan tidak palsu. Itu jelas sekali sebagai unsur hukum,” kata Cebardad S secara gamblang
“Rincian unsur-unsur Pasal 263 KUHPidana meliputi,
1. Perbuatan Membuat atau Memalsukan Surat.
Unsur ini mengacu pada tindakan membuat surat yang sama sekali tidak ada (surat palsu) atau memalsukan surat yang sudah ada (memanipulasi isi surat).
2. Surat yang Dapat Menimbulkan Hak, Perikatan, atau Pembebasan Utang : Surat yang dibuat atau dipalsukan harus memiliki dampak hukum yang dapat menimbulkan hak, kewajiban, atau pembebasan utang.
3. Surat yang Dapat Digunakan sebagai Bukti. Surat tersebut juga harus bisa digunakan sebagai bukti atau keterangan bagi suatu perbuatan atau peristiwa.
4. Maksud untuk menggunakan Surat seolah-olah Asli, adalah perbuatan pemalsuan harus dilakukan dengan maksud untuk menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat tersebut seolah-olah asli dan tidak palsu.
Dan pasal 263 KUHPidana tersbut juga mengatur sanksi pidana bagi orang yang dengan sengaja menggunakan surat palsu tersebut seolah-olah asli, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian”. imbuhnya
“Nah, KUHPidana Pasal 1 ayat 1 menegaskan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”.terang Cebardad S
“Asas Non Retroaktif adalah, merupakan prinsip hukum yang mendasar, menyatakan bahwa undang-undang hanya berlaku untuk peristiwa yang terjadi setelah undang-undang tersebut dinyatakan berlaku, dan tidak dapat diterapkan secara mundur untuk peristiwa yang terjadi sebelumnya”. kata Cebardad S
“Asas Non Retroaktif ini sangat penting untuk menjamin kepastian hukum, karena masyarakat harus tahu perbuatan apa yang merupakan tindak pidana atau tidak sebelum melakukan tindakan tersebut. Dan azas ini juga melindungi hak-hak individu dari penegakan hukum yang tidak adil,” tutup Cebardad S
Laporan : mei