Revisi UU Narkotika Diprediksi Rampung Tahun Depan, Pecandu Narkoba Bakal Direhabilitasi

NASIONAL27 views
Ilustrasi pecandu narkoba

JAKARTA (MS) – Rencana revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika diprediksi akan rampung tahun 2022.

Nantinya dalam aturan baru tersebut, pecandu narkoba nantinya bakal direhabilitasi.

Direktur Tindak Pidana Narkoba Brigjen Krisno Halomoan Siregar menyampaikan proses revisi UU tersebut kini telah dalam tahapan finalisasi. Kini, revisi UU itu tinggal menunggu tanda tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi)

“Itu sudah final, rapat antar selevel menteri, kepala lembaga. Kami juga diundang, Polri waktu Pak Kadivkum dan saya sendiri mewakili Bapak Kapolri itu sudah finalisasi diambil alih oleh Pak Menko. Saat ini sudah ada di Setneg, mungkin tandatangan Pak Presiden nanti akan dibawa ke DPR,” kata Krisno di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (16/12/2021).

Krisno memprediksi revisi UU narkotika itu segera bisa diselesaikan pada 2022 mendatang.

Namun, dia belum menjelaskan lebih lanjut perihal rencana UU tersebut akan diserahkan kepada DPR RI.

“Jadi dugaan saya sih 2022 kita akan punya Undang-Undang yang baru,” jelasnya.

Krisno menjelaskan UU narkotika baru nantinya akan ada dua hal penting.

Di antaranya, aturan mengenai pecandu narkoba untuk direhabilitasi dan aturan bahan psikoaktif yang tergolong sebagai narkotika.

“Memang perbedaan dari Undang-Undang ini yang saya lihat itu utamanya dua hal. Yang pertama tentang rehabilitasi bagi pecandu, bagi penyalahguna dan masalah pengaturan tentang bahan psikoaktif baru,” jelasnya.

Untuk rehabilitasi, kata Krisno, dirinya mengakui bahwa pecandu narkoba belum tentu tidak akan kembali terjerumus dalam barang terlarang tersebut.

Namun, kebijakan ini penting untuk penyembuhan medis para pengguna.

“Kalau ada tanya, rehabilitasi itu bagaimana. Ya di harus direhabilitasi dengan cara-cara yang benar, saya katakan tadi di depan rehabilitasi tidak jamin kamu itu tidak pakai lagi. Kalau saya bilang itu, rehabilitasi itu penting baik secara sosial, medis,” jelas Krisno.

Di sisi lain, Krisno menuturkan rehabilitasi juga menjadi penting untuk menanamkan nilai-nilai baru terhadap pecandu narkoba. Khususnya agar mereka tidak terjerumus di lubang yang sama.

“Yang lebih penting adalah tadi, kamu bergaul dengan siapa, nilai-nilai apa yang pemahaman kami tentang bahaya itu. Kalau cuma masukan rehabilitasi, terus pikiran kamu kemana-mana terus pikiran kamu bergaul dengan orang yang salah,” tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Hukum dan Ham RI Yasonna Laoly mengatakan, permasalahan kelebihan penghuni di lembaga pemasyarakatan (lapas) tidak hanya bisa diselesaikan dengan membangun lapas baru.

Hal itu ia sampaikan saat mengunjungi Pulau Nusakambangan untuk meninjau pembangunan lapas baru pada Rabu (15/12/2021).

Menurut dia, diperlukan upaya lain, seperti merevisi Undang-Undang Narkotika sebagai salah satu cara menyelesaikan masalah tersebut.

“Kita adalah para pemakai itu (UU Narkotika), ketimbang (pengguna narkoba) dibawa ke dalam (lapas) lebih bagus kita rehabilitasi,” ujar Yasonna melalui keterangan tertulis dikutip dari Kompas.com, Kamis (16/12/2021).

Selain membangun lapas baru, kata Yasonna, Kemenkumham akan membuat rencana-rencana retribusi dan pembinaan kemandirian bagi narapidana.

Akan tetapi, menurut dia, revisi Undang-Undang Narkotika merupakan salah satu cara yang perlu segera direalisasikan.

“Kita harapkan, mudah-mudahan tahun depan masuk dalam prolegnas” tukas Yasonna.

Adapun nantinya, dalam undang-undang yang baru itu, setidaknya ada enam syarat bagi para tersangka narkotika yang bisa menjalani rehabilitasi.

Pertama, dinyatakan positif menggunakan narkotika berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium forensik. Kedua, tidak terlibat jaringan peredaran gelap narkotika dan merupakan pengguna terakhir.

Ketiga, tidak ditemukan barang bukti narkotika atau dengan barang bukti narkotika yang tidak melebihi jumlah pemakaian satu hari. Keempat, dikualifikasikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalah guna narkotika, atau penyalah guna narkotika berdasarkan hasil asesmen terpadu.

Kelima, belum pernah menjalani rehabilitasi atau telah menjalani rehabilitasi tidak lebih dari dua kali yang didukung surat keterangan yang dikeluarkan pejabat atau lembaga yang berwenang.

Terakhir, adanya surat jaminan tersangka menjalani rehabilitasi melalui proses hukum dari keluarga atau walinya.(TRIBUNNEWS.COM).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed