Sudah Tiga Jurnalis Dipenjara di Era Jokowi-Ma’ruf Pakai Jerat UU ITE

NASIONAL53 views
Jurnalis yang tergabung dalam AJI, IJTI dan PFI meletakkan kartu pers dan peralatan peliputan saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD, Malang, Jawa Timur, Senin (9/11). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

JAKARTA (MS)  — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat sedikitnya tiga jurnalis telah dipenjarakan pada periode kedua pemerintahan Joko Widodo.
Direktur LBH Pers, Ade Wahyudin menyebut ketiga jurnalis itu dijerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Bahkan, menurutnya, polanya pun sama.

Mereka dijerat memakai pasal terkait penghinaan, pencemaran nama baik dan menyebarkan hoaks.

Pola berikutnya, ketiga kasus itu tetap diproses di pengadilan meskipun Dewan Pers sudah menyatakan bahwa produk yang dipermasalahkan termasuk karya jurnalistik. Seharusnya, kata Ade, kasus sengketa pers cukup diproses di Dewan Pers.

“Kalau misalkan dia memang karya jurnalistik, seharusnya mekanisme sengketa pers atau penyelesaian melalui UU Pers. Kalau melanggar kode etik, ya sanksinya sanksi etik, bukan sanksi hukum,” kata Ade kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/11).

“Ini sangat berpotensi menjadi preseden yang tidak baik bagi kebebasan pers kita,” imbuhnya.

Berikut tiga jurnalis yang telah dan atau sedang dipenjara karena dijerat UU ITE atas karya jurnalistinya.

Muhammad Asrul
Jurnalis Muhammad Asrul dijatuhi vonis penjara tiga bulan oleh Pengadilan Negeri Palopo, Sulawesi Selatan setelah berusaha membongkar dugaan kasus korupsi di Palopo lewat tiga tulisannya yang dimuat di berita.news.

Ketiga berita yang dipersoalkan merupakan hasil liputan Asrul. Namun, Asrul dituduh melanggar pasal pencemaran nama baik karena menyebut nama anak Wali Kota Palopo dalam karya jurnalistiknya itu.

Majelis Hakim PN Palopo menyatakan Asrul terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 45 ayat 1 juncto pasal 27 ayat 3 UU ITE pada Selasa (23/11).

Tiga judul berita yang ditulis Asrul kemudian dipermasalahkan yaitu Putra Mahkota Palopo Diduga ‘Dalang’ Korupsi PLTNH dan Keripik Zaro Rp11M, terbit pada 10 Mei 2019; Aroma Korupsi Revitalisasi Lapangan Pancasila Palopo Diduga Seret Farid Judas, terbit 24 Mei 2019; Jilid II Korupsi Jalan Lingkar Barat Rp5 M, Sinyal Penyidik Untuk Faird Judas?, terbit 25 Mei 2019.

Sebelumnya, Asrul juga sempat ditahan pada 30 Januari-5 Maret 2020 usai diperiksa dan menjalani BAP oleh penyidik pada 29 Januari. Asrul baru bebas pada 5 Maret setelah Dewan Pers melayangkan surat ke Polda Sulsel.

Surat tersebut berisi penegasan bahwa kasus yang menjerat Asrul adalah ranah jurnalistik. Asrul kemudian keluar dari tahanan polisi. Namun, kasusnya tetap berjalan dan akhirnya saat ini Asrul harus kembali mendekam di penjara.

Diananta
Mantan Pemimpin Redaksi Banjarhits, Diananta Putra Sumedi ditahan selama 3,5 bulan di Rutan Polres Kotabaru. Diananta ditahan karena dianggap menulis berita yang diduga menyinggung SARA dan dijerat Pasal 28 UU ITE.

Berita Diananta yang dipermasalahkan yaitu berjudul Tanah Dirampas Jhonlin, Dayak Mengadu ke Polda Kalsel yang dimuat di Banjarhits.id pada 9 November 2019.

Dewan Pers dalam surat bernomor 02/P-DP/VIII/200 mengatakan, semestinya karya tersebut diselesaikan dengan mengacu UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, bukan dibawa ke ranah pidana.

Mohammad Sadli Saleh
Jurnalis Mohamad Sadli Saleh divonis dua tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasarwajo, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

Hakim menilai Sadli terbukti bersalah karena menyebarkan informasi hingga menimbulkan kebencian di masyarakat lewat tulisannya.

Sadli digugat oleh Bupati Buton Tengah karena berita berjudul Abracadabra: Simpang Lima Labungkari Disulap Menjadi Simpang Empat.

Sadli didakwa melanggar Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2), Pasal 45 ayat (3) Jo Pasal 27 ayat (3) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung mengatakan, belum lama ini, jurnalis Metro Aceh, Bahrul Walidin juga digugat menggunakan pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 UU ITE.

Ia dilaporkan setelah menulis berita terkait penipuan ke Polda Aceh pada 24 Agustus 2020. Saat ini kasusnya masih dalam tahap penyelidikan.

“Sekarang Bahrul kasusnya naik tahap penyidikan di Polda Aceh,” kata Erick kepada CNNIndonesia.com, Rabu (24/11).

Selain dipolisikan, jurnalis juga rentan mendapat kekerasan. Berdasarkan laporan tahunan LBH Pers, pada 2020 terdapat 117 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Jumlah ini meningkat drastis dibandingkan dengan tahun 2019 yakni kekerasan tercatat sebanyak 79 kasus.

Sementara itu, berdasarkan catatan AJI Indonesia, pada kurun waktu 2014-2021 alias selama Jokowi menjabat presiden, kekerasan terhadap jurnalis mencapai 473 kasus.(CNN Indonesia).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed