
BATUBARA (MS) – Pembangunan rehab jalan produksi perikanan di Pantai Sejarah Desa Perupuk Kecamatan Limapuluh Pesisir dikerjakan CV.HK Sejak 16 September sampai 14 Desember 2020 dengan biaya Rp 1.230.000.000 yang sumber dana dari APBD Batubara TA 2020. terkesan jadi sorotan publik.
Dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, pihak rekanan melakukan pematangan rehab jalan produksi perikanan dengan melakukan penebangan pohon bakau yang dilintasi jalan yang dibangun.
Selain itu hampir seluruh bahan bangunan terbuat dari kayu hutan atau kayu keras yang diduga didatangkan dari luar daerah Kabupaten Batubara dalam bentuk balok.
Menjawab konfirmasi wartawan dari Tim Wapress, Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Batubara Antoni Ritonga, Jumat (27/11/2020), menjelaskan pembangunan rehab jalan produksi perikanan itu benar di lokasi kawasan mangrove.
Terkait izin pengerjaan rehap jalan produksi perikanan yang berada di kawasan hutan mangrove, Antoni mengatakan Dinas Perikanan bekerja sama dengan kelompok cinta mangrove yang di ketuai Azizi.
Terpisah Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Batubara Azhar, saat menjawab konfirmasi tim Wapress menyatakan pihak rekanan maupun Dinas perikanan tidak pernah mengajukan permohonan rekom kajian dampak lingkungan.
“Mereka mengerjakan pembangunan berdasarkan surat dari Kementerian Lingkungan Hidup yang saat ini sudah di kantongi oleh saudara Azizi Kail,” papar Azhar.
Menanggapi pembangunan rehab jalan produksi perikanan, Ketua investigasi BPI KPNPA RI. Darmansyah mengatakan, pihak Dinas Perikanan dan rekanan tidak mendalami isi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No P.13/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/5/2020 tentang pembangunan dan prasarana wisata alam di kawasan hutan.
Dari satu kesatuan dengan pembangunan taman wisata alam dalam satu lokasi, maka Dinas perikanan dan rekanan maupun pengelola taman wisata harus mentaati peraturan yang ada, mereka juga harus melalui kajian kajian yang sudah di tentukan oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan.
Sesuai BAB ll Pasal 4, Pembangunan Sarana Wisata Alam dan Prasarana Wisata Alam di Kawasan Hutan harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan teknik operasional.
Begitu juga pada Pasal 5, Pembangunan Sarana Wisata Alam dan Prasarana Wisata Alam di Kawasan Hutan dilakukan melalui tahapan, perencanaan, pra-pelaksanaan pembangunan, pelaksanaan pembangunan, pasca pelaksanaan pembangunan dan pasca serah terima.
Selain itu, pada pembangunan yang dibangun di dalam kawasan hutan, pelaku pembangunan harus mengganti rugi kepada Negara dan harus menjaga pelestarian dan ekosistem di kawasan pembangunan tersebut.
Laporan : Sutan S