Dituduh Melawan APH, Polres Labuhanbatu Tangkap Jani Tamba dan Istri Secara Tidak Manusiawi

SUMUT (mimbarsumut.com) – Kapolri dengan tegas mengatakan “Polisi itu harus humanis dan harus melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat”.

Tapi, pernyataan Kapolri tersebut justru sangat berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan, terutama kepada keluarga Jani Tamba /Terpetua br Sianturi.

Polisi justru tidak melakukan pengayoman, melainkan melakukan kekerasan dengan menjebloskannya ke dalam tahanan karena diduga melakukan perlawanan terhadap APH serta menghalang – halangi kinerja polisi.

Sangat disayangkan, Polres Labuhanbatu penjarakan Terpetua br Sianturi dengan laporan melawan APH Polres Labuhanbatu.

Dilihat dari kondisi fisik dan segi usia, sepertinya tidak logis Terpetua br Sianturi dapat melakukan perlawanan terhadap personel Polres Labuhanbatu yang jumlahnya lebih dari sepuluh orang saat akan melakukan penangkapan terhadap suaminya dan keluarganya beberapa waktu lalu.

Tarpetua br Sianturi (63) sudah berumur dengan kondisi sakit -sakitan. Saat dikonfirmasi di dalam tahanan, Terpetua br Sianturi membenarkan bahwa kondisinya masih dalam keadaan sakit. Terpetua br Sianturi berdomisili di Desa Sei Siarti, Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhanbatu, Provinsi Sumut.

Terpisah, saat ditemui Kuasa Hukum dari Terpetua br Sianturi, Dr (c) Ramces Pandiangan, SH., MH., mengatakan, bagaimana sesungguhnya Polisi menjalankan SOP penangkapan.

Tambahnya, apa dasar personil Polres Labuhanbatu yang menangkap Jani Tamba (Suami dari Terpetua br Sianturi) menggunakan cara-cara kekerasan.

Apakah humanis dan manusiawi, seseorang yang sudah berumur 65 tahun lanjut usia ditangkap dengan cara menodongkan pistol ke pipinya dan diseret-seret layaknya hewan, ucap Kuasa Hukum Ramces pandiangan.

Dengan demikian Kuasa hukum dari Anto Gani Simanjuntak Dr. Ramces Pandiangan meminta Kapoldasu selaku pimpinan tertinggi dari kepolisian wilayah Sumut agar memberi perlindungan hukum tentang penjemputan paksa terhadap kliennya Anto Gani Simanjuntak yang semua membantah tuduhan dari pelapor.

“Iya benar, paman saya diseret dan ditodongkan pistol ke pipinya. Sehingga spontan kami sebagai keluarga kandung dari Jani Tamba melakukan perlawanan. Kami tidak mengetahui bahwa yang menyeret paman saya adalah anggota Polres Labuhanbatu,” ucap Marganda Rajagukguk.

Sebab, mereka semua memakai pakaian biasa, tidak ada satupun yang memakai seragam polisi, tuturnya.

Dapit Tamba yang merupakan anak dari Terpetua br Sianturi dan Jani Tamba menjelaskan, mereka melakukan perlawanan dengan spontan karena orangtuanya ditodong pistol ke pipinya dan diseret-seret.

Bahwa pihak kepolisian Rantauprapat tidak membawa dan tidak menunjukkan
surat tugas dan tidak membawa aparat desa.

Seharusnya aparat kepolisian Rantauprapat sebaiknya berbicara baik dan membawa aparat desa.
Apakah LP penyerobotan yang dilaporkan sudah divalidasi kebenarannya. Siapa pemilik tanah ? Siapa saja penjualnya ? Siapa saksi saksi / mana batas batasnya. Apa yang terdapat di tanah itu ? Apakah penjual ada tanda tangan ?

“Kami tidak mengetahui bahwa mereka adalah aparat kepolisian Polres Labuhanbatu, pungkasnya,”.(tim)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed