SAMOSIR (mimbarsumut.com) – Dua bulan telah berlalu sejak N Boru Malau melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dialaminya di kawasan wisata Pasir Putih Parbaba, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Namun hingga kini, proses hukum atas laporan tersebut belum menunjukkan perkembangan yang berarti.
Terlapor dalam kasus ini adalah Sollotua Sihaloho, seorang pelaku usaha pariwisata di kawasan Danau Toba, tepatnya di objek wisata Pasir Putih Parbaba, Desa Hutabolon, Kecamatan Pangururan.
Di tengah geliat pariwisata yang semakin ramai, korban N justru harus menyimpan trauma mendalam akibat pengalaman buruk yang menimpanya.
Dalam laporannya, korban mengungkapkan bahwa tindakan pelecehan terjadi saat dirinya sedang berada di lokasi wisata. Sollotua diduga melakukan perbuatan tidak senonoh, baik secara fisik maupun verbal, yang membuat korban merasa dilecehkan dan tertekan.
Setelah kejadian itu, korban melaporkannya ke Polres Samosir dengan harapan mendapatkan perlindungan hukum yang layak. Namun harapan tersebut hingga kini belum juga terwujud. Proses hukum terkesan berjalan lambat, seolah menunggu waktu yang tidak pasti.
Saat dikonfirmasi, Rabu (23/4/2025), Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Samosir, AKP Edward, memberikan keterangan singkat.
“Terima kasih sudah datang ke ruangan saya. Pasti segera berproses,” ujarnya tanpa merinci batas waktu penyelesaian.
Edward menyebutkan bahwa keterbatasan jumlah personel, ditambah dengan libur Lebaran yang baru saja berlalu, menjadi salah satu kendala utama dalam penanganan kasus.
“Maklumlah, personel Polres kita terbatas,” tambahnya.
Sementara itu, penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Kuican Simanjuntak, mengungkapkan bahwa terlapor sudah dua kali dipanggil oleh penyidik. Namun, ia tidak memberikan kejelasan apakah Sollotua memenuhi panggilan tersebut.
“Sudah dua kali kami undang,” singkatnya. Saat ditanya lebih lanjut, Kuican memilih bungkam.
Kuican juga menjelaskan bahwa pihak pelapor, termasuk para saksi dari pihak korban, telah memberikan keterangan. Namun hingga kini, saksi-saksi dari pihak terlapor belum dipanggil untuk dimintai keterangan.
Ketimpangan ini membuat proses penyidikan seolah berjalan di tempat. Bukti-bukti awal yang semestinya segera dikembangkan kini terancam melemah seiring berjalannya waktu.
Dalam perkara pelecehan seksual, faktor waktu menjadi sangat krusial. Korban bisa semakin tertekan, saksi-saksi dapat melupakan detail penting, dan bukti fisik berisiko hilang.
Namun hingga kini, belum tampak langkah konkret dari Polres Samosir untuk mempercepat penyidikan. Laporan yang seharusnya menjadi prioritas malah terkesan mengendap.
Sollotua sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait laporan tersebut. Ia masih bebas beraktivitas di lokasi usahanya di Pasir Putih Parbaba sejak kejadian pada 9 Maret 2025 lalu.
Sementara itu, korban masih setia menunggu. Ia berharap hukum tidak berpihak pada kekuasaan ataupun kelalaian, melainkan kepada kebenaran dan keadilan.
Dua bulan telah berlalu, namun keadilan bagi korban tetap seperti kabut tipis di atas Danau Toba — tampak, namun tak tergenggam.
Laporan : sofian candra lase