TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Persidangan perdana terkait pencemaran nama baik yang diduga dilakukan Cipto Halim alias Anto (42) warga Jalan Sudirman, Kelurahan Badak Bejuang, Kecamatan Tebingtinggi, Kota Tebingtinggi, Rabu (06/09/2023) digelar Pengadilan Negeri Tebingtinggi.
Persidangan tersebut dipimpin langsung Ketua Majelis Hakim Cut Karnelia dan dakwaan disampaikan JPU Kejaksaan Negeri Tebingtinggi Dede Stephan Kaparang. Sementara terdakwa Cipto Halim didampingi PH Awaluddin dan Muhammad Danil serta David Rajagukguk.
Dakwaan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan terdakwa Cipto Halim terhadap Hardi Mistani alias Acek Minyak berawal dari laporan Cipto Halim ke Poldasu terkait masalah pembayaran ubi.
Cipto Halim selaku pemasuk ubi kayu mengadukan terlapor Hardi Mistani alias Acek Minyak atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelepan ke Poldasu.
Namun, penyidik Poldasu pada tingkat penyelidikan, menghentikan kasus tersebut.
Setelah penghentian dugaan kasus penipuan yang dilakukan penyidik Poldasu, Cipto Halim melalui kuasa hukumnya Awaluddin Nasution dan Muhammad Danil melakukan gugatan secara perdata kasus dan saat ini masih dalam proses Kasasi di MA.
Selanjutnya, Hardi Mistani alias Acek Minyak melalui kuasa hukumnya Roy F Salim melaporkan Cipto Halim ke Poldasu dengan pasal 317 KUHP (pencemaran nama baik).
Kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Roy F Salim di Poldasu dilimpahkan ke Polres Tebingtinggi dan Kejaksaan Negeri Tebingtinggi menyatakan kasus pencemaran nama baik tersebut P21.
Menyikapi kasus ini, sepertinya APH (Aparat Penegak Hukum) khususnya Kejari Tebingtinggi ‘memaksakan’ dan tidak memperhatikan bahwa pasal 317 KUHP harus dilaporkan langsung orang yang dirugikan / dicemerkan nama baiknya, dalam hal ini Hardi Mistani alias Acek Minyak bukan kuasa hukumnya Roy F Salim.
Ini artinya, Roy F Salim tidak punya legal standing untuk melaporkan Cipto Halim.
Selain itu, jika merujuk pasal 10 UU LPSK, menyebutkan “saksi, korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian, yang akan, sedang atau telah diberikannya”.
Sehingga jika merujuk UU LPSK tersebut, pemohon tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum atau dengan kata lain, pemohon tidak bisa dipidana hanya karena membuat laporan dugaan penipuan dan atau penggelapan terhadap Hardi Mistani alias Acek Minyak.
JPU Kejari Tebingtinggi juga tidak memahami pasal 1 PERMA 1956 (Peraturan Mahkamah Agung) yang menyatakan “Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum atau dua perkara tertentu, maka perkara pemeriksaan pidana dapat ditangguhkan untuk menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu”.
Menyikapi pertanyaan Wartawan terkait pencemaran nama baik Hardi Mistani yang tidak dilaporkan korban sendiri dan JPU tidak memperhatikan Perma No 1 serta UU LPSK, JPU Dede Stephan Kaparang mengatakan untuk memberikan keterangan terkait hal itu, harus melalui Kasi Pidum atau Kasi Intel.
Akan tetapi Kasi Intel Kejari Tebingtinggi Hiras Silaban yang dikonfirmasi, meminta Wartawan menunggu 10 menit dan akan kembali dihubungi Wartawan. Ternyata setelah ditunggu melebihi waktu yang ditentukan, tidak memberikan jawaban.
Laporan : napit