JAKARTA (MS) – Pemerintah akan memberikan bantuan produktif cuma-cuma sebesar Rp2,4 juta kepada 12 juta pelaku usaha mikro dan kecil pada HUT RI ke-75. Total dana yang disiapkan mencapai Rp28 triliun dan akan disalurkan secara bertahap bagi seluruh pelaku usaha di seluruh provinsi.
Namun, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengingatkan bantuan produktif tersebut harus lewat usulan dari lembaga yang membidangi koperasi dan UMKM tingkat provisi dan kabupaten/kota yang telah disahkan sebagai badan hukum.
Kemudian juga, usulan kementerian/lembaga, perbankan, perusahaan pembiayaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan lembaga penyalur program kredit pemerintah yang terdiri atas BUMN dan badan layanan umum (BLU).
Seleksinya akan ketat bagi penerima bantuan modal ini. Syarat mutlak, penerima bantuan memiliki usaha mikro yang dilampirkan dengan surat usulan. Tujuannya, bantuan modal dapat benar-benar membantu pemilik usaha yang kurang modal.
Ekonom dari Perbanas Institute Piter Abdullah Redjalam menilai hibah tersebut akan sangat berguna bagi pelaku usaha, terutama usaha ultra mikro alias pedagang cilik. Kelompok usaha ini, seperti tukang bakso, warung makan yang berjualan keliling di perumahan.
Saat tak punya modal, otomatis pelaku usaha akan berhenti menjalankan usahanya sampai ia mendapatkan modal baru. Nah, persoalannya, jika usahanya berhenti terlalu lama, dampaknya buruk bagi ekonomi nasional.”Tapi mereka sudah memakan modalnya. Misalnya pedagang bakso, tidak jualan satu minggu akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) itu pasti sudah menjadikan modalnya untuk bertahan hidup. Sekarang tak punya modal untuk bangkit lagi,” ungkap Piter kepada CNNIndonesia.com, Kamis (13/8).
“Kalau pelaku UMKM diberikan uang, mereka produksi lagi. Misalnya, produksi mie ayam, bakso, es. Kemudian mereka kembali menghasilkan keuntungan, keuntungan itu dibelanjakan. Jadi saling belanja. Terjadilah perputaran uang,” papar Piter.
Memang, ia melanjutkan dampaknya bagi UMKM dan efek berganda yang dihasilkan dari bantuan hibah Rp2,4 juta mungkin tidak terasa signifikan. Namun, setidaknya, bantuan itu bisa menahan jatuhnya ekonomi semakin dalam.
“Bantuan ini tidak membuat UMKM kembali seperti sebelum pandemi, tidak membuat ekonomi langsung bangkit. Tapi, setidaknya meningkatkan ketahanan dunia usaha agar tidak bangkrut duluan. Kalau mati duluan membangkitkannya lagi susah,” jelas Piter.
Namun, hal ini dinilai wajar. Yang terpenting, perputaran roda ekonomi tetap terjadi, sehingga orang tetap bisa makan, termasuk mendapatkan penghasilan. “Pasti di bawah normal. Makanya, pertumbuhan ekonomi negatif.
Tapi tidak apa-apa negatif, yang penting roda ekonomi tetap berputar,” terang Piter.Di tengah penularan virus corona yang masih meningkat, sambung Piter, mustahil rasanya bantuan yang diberikan pemerintah dapat membuat ekonomi kembali normal atau seperti sebelum ada pandemi. Pasalnya, daya beli masyarakat masih rendah dan operasional UMKM atau bisnis menengah atas juga terganggu.
Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai pemerintah perlu memberi pendampingan kepada usaha mikro dan kecil yang mendapat bantuan. Penerima bantuan tetap harus dipantau agar modal yang diberikan benar-benar digunakan untuk kegiatan produktif.
“Meski diberikan secara hibah, tapi harus dipantau, supaya tidak disalahgunakan. Tidak buat konsumtif,” kata Josua.
Untuk pelaku ultra mikro, Josua berekspektasi mereka seharusnya juga sudah mendapatkan bantuan sosial (bansos) dari pemerintah sebelumnya. Dengan demikian, tak ada alasan bagi pelaku usaha ultra mikro menggunakan bantuan Rp2,4 juta untuk kegiatan konsumtif.
Ia juga mengaku mendukung proses seleksi penerima bantuan Rp2,4 juta. Memang, calon penerima harus benar-benar memiliki usaha dan keahlian yang berkembang.”Untuk kebutuhan konsumsi mungkin sudah dapat insentif lain, bansos lain. Misalnya bantuan langsung tunai (BLT). Kalau bantuan Rp2,4 juta kan untuk usaha yang sempat mandek, tidak jalan, atau baru yang jadi pengangguran,” katanya.
Sementara, Josua memandang efek dari bantuan produktif terhadap ekonomi nasional tak akan terlihat dalam jangka pendek. Toh, mereka yang menerima bantuan perlu berpikir ulang bisnis yang masih mendatangkan keuntungan.
“Jadi pendampingan dari pemerintah itu juga bisa untuk bisa melatih kira-kira usaha apa yang bisa bisa bertahan, uangnya bisa berputar. Banyak alternatif yang bisa dijadikan usaha. Ini kan tapi butuh waktu, jadi dampaknya memang belum (terasa cepat),” jelas Josua.
Josua menjelaskan kontribusi UMKM sendiri terhadap ekonomi nasional mencapai 60 persen. Artinya, kalau UMKM bangkit, efeknya akan sangat positif bagi perekonomian dalam negeri.
Pemerintah sendiri menyiapkan dana sebesar Rp123,47 triliun untuk pemulihan UMKM yang terkena hantaman keras akibat pandemi virus corona. Selain bantuan hibah Rp2,4 juta, pemerintah juga memberikan subsidi bunga untuk UMKM, mendorong penyaluran kredit dan penjaminan untuk UMKM, dan pelonggaran pajak.”UMKM memang harus didahulukan. Perannya besar, ini akan menjawab kepastian untuk pemulihan ekonomi nasional,” terang Josua.
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan per 6 Agustus 2020, realisasi penyerapan dana untuk UMKM baru 27,1 persen dari total alokasi. Artinya, dana yang digunakan baru sebesar Rp32,5 triliun.
Dana itu digunakan untuk penempatan uang pemerintah di perbankan sebesar Rp30 triliun, pembiayaan investasi Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Rp1 triliun, pajak penghasilan (PPh) final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) Rp200 miliar, dan subsidi bunga UMKM Rp1,3 triliun.
Meski pemerintah sudah memberikan bantuan ke UMKM, tapi Josua melihat dampaknya pada kuartal III 2020 belum akan signifikan. Ekonomi domestik berpotensi tetap negatif pada periode Juli-September 2020.
Diketahui, ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 ambruk hingga minus 5,32 persen. Angkanya berbanding terbalik dari kuartal I 2020 yang masih tumbuh positif meski anjlok sebesar 2,97 persen.”Mungkin kuartal IV 2020 ekonomi bisa lebih pulih. Ini kan baru diberikan bantuan-bantuannya, jadi UMKM masih mencari strategi bisnis apa yang masih bisa bertahan. Nanti pelan-pelan UMKM membaik seiring dengan konsumsi yang juga membaik,” jelas Josua.
Ia menekankan bahwa pemerintah harus seimbang dalam memberikan insentif bagi masyarakat di tengah pandemi virus corona. Rantai pasok (supply) dan permintaan (demand) harus sama-sama didorong. Tidak bisa hanya menolong satu sisi saja. Sebab, dunia usaha juga sulit tumbuh jika permintaan masyarakat tidak ada.
Secara keseluruhan, pemerintah menyiapkan anggaran untuk penanganan pandemi virus corona sebesar Rp695,2 triliun. Dana itu dialokasikan untuk berbagai sektor.”Demand (permintaan) sudah banyak diberikan bantuan dari bansos kemarin awal Juli 2020 sudah banyak. Sekarang waktunya dari sisi supply seperti bantuan modal kerja untuk UMKM. Jadi kombinasi,” tutur Josua.
Rinciannya, untuk bansos sebesar Rp203,9 triliun, UMKM sebesar Rp123,46 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, kementerian/lembaga atau pemerintah daerah Rp106,11 triliun, kesehatan Rp87,55 triliun, dan pembiayaan korupsi Rp53,55 triliun.(CNN Indonesia).