JAKARTA (mimbarsumut.com) – Sikap pemerintah terkait penggunaan tanaman ganja (cannabis sativa) yang akan digunakan untuk kepentingan pengobatan dipertanyakan anggota DPR.
Hal itu disampaikan politikus PPP Arsul Sani dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/5/2022).
“Banyak usulan dan masukan dari masyarakat terkait ganja untuk pengobatan, saya ingin mengetahui sikap pemerintah seperti apa,” kata Arsul.
Menurut dia, tidak bisa dipungkiri bahwa sampai derajat tertentu ganja bisa menjadi bagian dari obat, sehingga sejauh mana pemerintah membuka ruang untuk hal tersebut.
Arsul mengaku tidak ingin kasus seperti dialami warga Kalimantan bernama Fidelis terulang kembali.
Diketahui, Fidelis menggunakan tanaman ganja untuk mengobati istrinya yang sakit. Karena hal itu, Fidelis justru ditangkap dan dipenjara.
“Saya sedih juga, kalau terulang lagi kasus-kasus seperti Fidelis di Kalimantan, yang menanam ganja untuk pengobatan istrinya, kemudian diproses pidana, dia masuk penjara dan istrinya meninggal,” ucap Arsul.
Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej angkat bicara. Ia mengatakan terdapat perdebatan yang sangat berat terkait penggunaan ganja untuk pengobatan.
Edward tak menampik bahwa ganja bisa dijadikan untuk pengobatan. Ia mencontohkan peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat, misalnya.
“Beberapa negara bagian di Amerika Serikat yang sudah melegalkan ganja, setelah seorang dokter dari Universitas Oxvord bisa mengolah ganja menjadi suatu obat,” ujar Edward.
Namun, kata dia, ketika memerhatikan dengan seksama tujuan UU Narkotika yang pertama dan utama, bukanlah membasmi peredaran gelap narkotika.
Tetapi, lanjut Edward, menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pengetahuan dan kesehatan.
“Ada aspek kesehatan, sehingga memang tidak menutup kemungkinan kalau ganja dilakukan untuk pengobatan bisa diakomodasi,” kata Edward.
Seperti diketahui, Panitia Kerja (Panja) Komisi III DPR menggelar RDPU bersama Kementerian Hukum dan HAM terkait revisi Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam revisi undang-undang tersebut, pemerintah mengusulkan enam poin penting dalam materi perubahan RUU tersebut.
Poin-poin tersebut antara lain zat psikoaktif baru, rehabilitasi, tim asesmen terpadu, kewenangan penyidik.
Kemudian, syarat dan tata cara pengujian dan pengambilan sampel serta penetapan status barang sitaan dan penyempurnaan ketentuan pidana.(KOMPAS.TV).