Anggota DPR Dorong Kasus Bahar Smith-Ferdinand Diselesaikan Restorative Justice

NASIONAL11 views
Habiburokhman (Foto: dok. Istimewa

JAKARTA (MS) – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengomentari kasus ujaran kebencian yang menjadi sorotan publik yakni Habib Bahar bin Smith dan Ferdinand Hutahaean. Dia menilai kedua kasus itu bukti belum berakhirnya ketegangan antara kelompok yang membela dan mendorong proses hukum.

“Saya tidak membandingkan sosok pribadi dua orang warga negara Indonesia ini, tapi dua kasus itu menggambarkan belum berakhirnya ketegangan dua kelompok besar anak bangsa , yang akhirnya berimbas pada munculnya kasus-kasus hukum, fenomena saling melaporkan terkait ujaran kebencian,” kata Habiburokhman dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/1/2022).

Anggota Komisi III DPR ini menyesalkan adanya kelompok yang bersitegang imbas dari kasus tersebut. Habiburokhman mempertanyakan sampai kapan hal itu akan terjadi.

“Hampir tiap hari selama beberapa tahun ini kita terjebak pada perdebatan soal kasus-kasus dugaan ujaran kebencian seperti di atas. Kasus dan orang-orangnya bisa berbeda-beda, tetapi substansi perseteruan kita tetaplah sama. Kalau pelakunya kawan tentu kita bela mati-matian , tetapi kalau lawan tentu kita minta untuk dipenjarakan. Setiap hari kita berganti peran, kadang meminta orang dibiarkan bebas berbicara, besoknya minta orang lain dipenjara,” ujarnya.

“Mau sampai kapan kita seperti ini? Berapa banyak waktu, tenaga, biaya yang kita kuras?” lanjut Habiburokhman.

Menurut dia, setiap orang punya perspektif berbeda dari suatu pernyataan. Hal itu juga dapat membuat siapapun mudah terjerat hukum.

“Kadang apa yang ingin kita sampaikan tidak sepenuhnya sama dengan apa yang dapat kita tuliskan. Kadang apa yang kita tuliskan dimaknai berbeda oleh orang yang menyaksikan. Hal tersebut yang membuat siapapun mudah terjerat kasus hukum dugaan ujaran kebencian. Jangan dikira yang dekat kekuasaan bisa terus selamat, sebab kalau tekanan dahsyat tetap bisa juga terjerat,” ujarnya.

Habiburokhman mengatakan penyelesaian kasus ujaran kebencian tidak bisa diselesaikan dengan mencari kesalahan. Justru hal itu lah momen restorative justice perlu ditegakkan.

“Karena itu penegakan hukum dugaan ujaran kebencian tidak bisa dilakukan dengan semangat semata mencari kesalahan. Penegakan hukum terkait ujaran harus dilakukan dengan semangat restorasi berkeadilan atau disebut keadilan restoratif,” ucapnya.

“Keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula,” lanjutnya.

Habiburokhman menilai aparat harus memfasilitasi korban seluas-luasnya. Serta mengedepankan dialog, dengan begitu tidak ada lagi kesalahpahaman.

“Aparat penegak hukum hendaknya berkomunikasi dengan para pihak terutama korban dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi,” ucapnya.

“Dengan keadilan restoratif, hukum tidak diabaikan, tapi justru ditegakkan dengan penuh kebijaksanaan dan keadilan. Kita kedepankan dialog daripada saling menonjok,kita hindari kesalahpahaman dan perkuat persaudaraan,” imbuh Habiburokhman.(detik.com).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed