JAKARTA (mimbarsumut.com) – Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) yang diperoleh sebuah daerah tidak menjamin kepala derah setempat merupakan sosok yang bersih dari korupsi.
Hal ini tercermin dari kasus Bupati Bogor Ade Yasin yang diduga menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Kabupaten Bogor mendapat predikat WTP.
“Tidak dijamin WTP itu bersih karena banyak kepala daerah dapat WTP dari hasil lobi-lobi dan suap, seperti yang terjadi pada Bupati Bogor,” kata Ujang saat dihubungi Kompas.com, Kamis (28/4/2022).
Ujang mengatakan, bagi kepala daerah, predikat WTP penting supaya dianggap sebagai sosok yang bersih dan tidak korupsi di mata masyarakatnya.
Sebab, jika laporan keuangan pemerintah daerah tidak berpredikat WTP, patut diduga laporan tersebut bermasalah dan bisa jadi pintu masuk pengusutan kasus korupsi.
“Masyarakat tahunya apa yang di atas kertas, bukan pada hal di belakang layar. Di atas kertas WTP, bagi rakyat bahwa bupatinya tak korupsi. Padahal, di belakang layarnya belum tentu,” kata Ujang.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ade sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap empat pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat.
KPK menduga, suap itu diberikan supaya laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor meraih predikat WTP dari BPK.
“AY (Ade Yasin) selaku bupati ingin agar Pemkab Bogor ingin agar dapat predikat WTP tahun 2021 dari BPK Jabar,” ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kamis (28/4/2022) dini hari.
Diduga, empat orang pegawai BPK Jawa Barat menerima suap senilai Rp 1,9 miliar untuk mewujudkan keinginan Ade tersebut.
(KOMPAS.com).