dct menyambangi kediamannya di Kampung Cimalang, RT 1 RW 5, Desa Girimukti, Kecamatan Saguling, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Bocah berusia sembilan tahun tersebut terlihat baik-baik saja. Dia tengah bermain bersama saudara kandungnya sambil sesekali berlari dan tertawa riang.
Subandi (54), ayahanda Asep, menuturkan mulanya anak laki-lakinya tersebut meminta izin untuk bermain di rumah bibinya, pada 14 Oktober 2018. Tak berselang lama, sambung dia, bibinya tiba-tiba datang ke rumah dan memberi tahu kalau Asep tak sengaja menelan peluit ukuran kecil.
“Dia lagi main sama anak bibinya. Anaknya bilang, Asep pangku terus peluit itu tiba-tiba ketelan. Bibinya datang dan bilang Asep menelan peluit,” kata dia, Selasa (18/12/2018).
Subandi kaget bukan kepalang. Dia segera membawa anaknya berobat ke Puskesmas Saguling untuk diberi penanganan pertama. Namun, kata dia, karena alat yang tersedia di sana tidak memadai, anaknya diberi rujukan ke Rumah Sakit Cahya Kawaluyan (RSCK) yang terletak di Kota Baru Parahyangan, Kecamatan Padalarang, Bandung Barat.
Waktu itu Subandi mengaku belum membuat BPJS sehingga memilih untuk berobat ke orang yang dipercaya di kampungnya. Namun bunyi terompet tersebut tak kunjung menghilang.
“Dibawa ke Puskesmas Saguling. Terus, katanya, ini harus dibawa ke Kota Baru. Itu kan memerlukan biaya. Sempat berobat di kampung dulu tapi tetap saja,” tuturnya.
Setelah itu, Subandi memutuskan untuk membuat BPJS dan segera membawa anaknya ke RSCK. Di sana, sambung dia, anaknya dirujuk ke dokter anak dan THT sebelum dirujuk kembali untuk ditangani di Rumah Sakit Hasan Sadikit (RSHS) Kota Bandung. Hingga kini dia belum membawa Asep ke RSHS karena letaknya jauh dari rumahnya dan terkendala biaya.
“Dari mana uangnya,” keluh Subandi yang sehari-hari bekerja menjaring ikan di Waduk Saguling.
Subandi mengatakan bunyi seperti terompet itu kerap terdengar saat anaknya menangis atau sedang tertidur. Selain itu, menurut dia, anaknya juga mengaku kerap merasa sesak sewaktu berjalan.
Asep berkemeja putih dan jeans panjang biru tersenyum saat berbincang. Dia tak terlihat mengalami gangguan pernapasan.
“Kadang sesak kalau berjalan jauh,” kata Asep.
Dia lalu menghela napas panjang di hadapan dct. Terdengar jelas suara terompet dari mulutnya. Asep lalu batuk sambil tersipu malu. (dct)