JAKARTA (MS) — Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materil pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (UU Polri) yang diajukan Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga. Kedua pemohon merasa keberatan dengan aksi kepolisian yang menyetop orang untuk melakukan pemeriksaan.
Para Pemohon mendalilkan telah timbul rasa kekhawatiran dan ketakutan dalam diri para Pemohon ketika melakukan aktivitasnya kemudian diberhentikan oleh petugas kepolisian guna pemeriksaan identitas atau tanda pengenal diri.
Pemohon beralasan kegiatan patroli tersebut sering kali dilakukan pada malam hari dan tidak tertutup kemungkinan dilakukan juga pada siang hari. Saat pemeriksaan juga terdapat tindakan petugas kepolisian yang kerap kali memarahi, membentak, meneriaki orang yang sedang diperiksa, hingga melakukan gerakan-gerakan yang mengarah pada perendahan harkat dan martabat manusia.
Namun menurut MK, Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Polri adalah norma yang konstitusional. Alhasil, uji materil yang diajukan para Pemohon ditolak.
“Amar putusan mengadili, menyatakan menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Pleno Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan yang dikutip dari situs resmi MK pada Rabu (26/1).
Hakim Konstitusi Manahan Sitompul berpendapat tidak adanya batasan kewenangan kepolisian yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Polri bukanlah menjadi penyebab oknum kepolisian melakukan tindakan yang merendahkan martabat dan kehormatan orang lain. Persoalan yang para Pemohon dalilkan dinilai bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi dari norma Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Polri.
Dalam permohonan Nomor 60/PUU-XIX/2021, mendalilkan Pasal 16 ayat (1) huruf d UU Kepolisian menyatakan, “Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri”.
“Baik aparat kepolisian maupun media massa diharapkan dapat selalu berhati-hati dalam menjalankan tugas dan fungsinya agar tetap dalam koridor yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Manahan.
MK menilai kekhawatiran para Pemohon berkenaan adanya tindakan merendahkan harkat dan martabat sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 dan kekhawatiran akan diperlakukan semena-mena sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 merupakan persoalan implementasi norma a quo, bukan persoalan inkonstitusionalitas norma.(REPUBLIKA.CO.ID).