Indonesia Galang Koalisi 5 Negara ASEAN untuk Sikapi Arogansi China di Laut China Selatan

NASIONAL21 views
Kepala Bakamla RI Laksamana Madya TNI Aan Kurnia. Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia menyerukan koalisi negara-negara Asia Tenggara menyikapi ancaman yang ada di Laut China Selatan. (Sumber: Kompas TV)

JAKARTA (MS) – Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia menyerukan koalisi negara-negara Asia Tenggara menyikapi ancaman yang ada di Laut China Selatan.

Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia menyatakan telah mengundang rekan-rekannya dari Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura dan Vietnam untuk bertemu pada Februari 2022. Pertemuan itu akan membahas kemungkinan respons gabungan atas sikap arogansi China terkait sengketa Laut China Selatan.

Dikutip dari BenarNews, Selasa (28/12/2021), Aan Kurnia menyatakan, pertemuan itu dilakukan untuk ‘saling berbagi pengalaman dan menumbuhkan persaudaraan’ di antara negara-negara peserta.

Baca Juga: Bakamla: Pengamanan Perairan Natuna Dekat Laut China Selatan Tetap Jadi Prioritas di 2022

Empat dari lima negara tersebut, kecuali Singapura, diketahui mengalami perselisihan maritim dan teritorial dengan China. Pertumbuhan kekuatan angkatan laut dan maritim keempat negara itu dilaporkan mengalami kesulitan di Laut China Selatan.

Sementara, Singapura tercatat tak memiliki kepentingan teritorial langsung di Laut China Selatan. Namun, Singapura pun punya kepentingan yang sama kuatnya terkait pelestarian jalur laut internasional yang bebas dan terbuka.

Menurut Aan, melansir The Diplomat pada Rabu (29/12), penting bagi Asia Tenggara yang berkepentingan di Laut China Selatan untuk ‘menghadirkan pendekatan terkoordinasi’ terkait masalah di wilayah perairan yang diklaim China itu.

Namun, Aan tak menyebut China secara gamblang. Hal ini dipandang oleh pemerintahan di Asia Tenggara sebagai kebiasaan baik yang disebabkan oleh kekhawatiran akan mengganggu hubungan ekonomi dengan Beijing.

“(Penting juga mendiskusikan) bagaimana merespons di lapangan saat kita menghadapi ‘gangguan’ yang sama,” imbuh Aan.

Selama satu dekade terakhir, para pihak yang berkepentingan di Laut China Selatan, khususnya Filipina dan Vietnam, telah mengalami ketegangan yang kian meningkat dengan China. Beijing dilaporkan mengeklaim kedaulatannya atas wilayah yang disengketakan di Laut China Selatan, dan membangun pulau-pulau buatan di Kepulauan Spratly.

Aksi arogansi China ini juga makin menyasar Indonesia, yang sejak lama menyatakan bukan merupakan penuntut hukum di Laut China Selatan.

Selama lima tahun terakhir, China telah mengirim kapal penangkap ikan besar, yang kerap disertai oleh kapal penjaga pantai dan maritim ke zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di dekat Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau. Wilayah itu diklaim Beijing sebagai bagian dari wilayah maritim ‘sembilan garis putus-putus’ China yang luas.

Pada Desember 2019 dan Januari 2020, misalnya, hampir 60 kapal China melintasi ZEE Indonesia.

Ketegangan itu memuncak saat Beijing meminta Jakarta menghentikan pengeboran minyak dan gas di area itu. Permintaan itu sendiri ditanggapi pemerintah Indonesia dengan penolakan singkat. Proyek pengeboran itu sendiri berhasil diselesaikan dalam jangka waktu 6 bulan pada pekan lalu.

Meski sulit untuk mengetahui secara pasti hasil kongkrit dari pertemuan pada Februari mendatang, pertemuan itu merupakan langkah baik menuju terciptanya koalisi dan koordinasi antara negara-negara Asia Tenggara dalam menghadapi ancaman di Laut China Selatan. (KOMPAS.TV).

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed