NIAS SELATAN (mimbarsumut.com) – Sangat memprihatinkan nasib ribuan Guru Bantuan Daerah (GBD) dan Tenaga Kesehatan Tidak Tetap Daerah (TK-TTD) se – Kabupaten Nias Selatan di PHK (pemutusan hubungan kerja), tanpa dasar Hukum (baik Perda maupun Perbub).
Pasalnya GBD dan TK-TTD telah lolos ujian tertulis dan wawancara yang diadakan oleh Dinkes dan Disdik 2021. Diberhentikan saja dan di PHK secara sepihak tanpa sistem evaluasi kinerja, tanpa klarifikasi, tanpa audit.
Langsung di PHK karena alasan habis kontrak. Apabila habis kontrak maka prosesnya diperpanjang kontrak karena GBD dan TK-TTD telah lolos seleksi 2021. PHK ini jelas bertentangan dengan Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 dan bertentangan dengan visi dan misi Bupati Nisel (HD – Firman Giawa, SH MH) 2020.
Aneh saja Pemkab Nisel tidak sedang Defisit, tetapi selalu mengatasnamakan pengurangan anggaran karena COVID – 19 (Padahal Nisel pada Level 1). Sepatutnya yang menyuarakan dan memperjuangkan nasib GBD dan TK-TTD, yakni DPRD Kabupaten Nisel yang berjumlah 35 orang.
DPRD Nisel yang dipimpin Ketua Elisati Halawa, S.T dapat saja menyuarakan dan menggunakan kewenangan yang dimiliki yakni membentuk Pansus untuk melaksanakan fungsinya sebagai control, budgeting dan legislatif kepada Pemkab Nisel terkait PHK GBD dan TK-TTD.
Hal demikian tidak terdengar satupun suara DPRD Nisel menyuarakan nasib GBD dan TK-TTD. DPRD Nisel (3D) datang, duduk, diam dan bungkam. padahal digaji dari uang rakyat.
Maka beberapa saran GBD yang hanya digaji sekitar Rp. 1000.000 / bulan kepada lembaga DPRD Nisel :
1. Mengundurkan diri dari jabatan DPRD Nisel apabila tidak mampu. Gaji dan tunjangan DPRD Kabupaten Nisel dikurangi sebesar 60 % tidak perlu difasilitas termasuk mobil dinas, ditarik dan dilelang untuk membangun rumah sakit dan pendidikan, apalagi ditengah Pandemi COVID – 19 ini.
Demikian disampaikan salah seorang GBD yang tidak mau disebutkan namanya kepada wartawan, Kamis (03/02/2022).
Selanjutnya, patut diduga kebijakan pemutusan hubungan kerja GBD berdasarkan surat Kepala Dinas Pendidikan (Nurhayati Telaumbanua, SE MM) Nomor : 424/2092/Disdik/XII/2021 pada 15 Desember 2021 dan pemutusan hubungan kerja TK-TTD berdasarkan surat Kepala Dinas Kesehatan (dr. Henny Kurniawan Duha, MM) Nomor : 446/1641/Dinkes/XII/2021 pada 20 Desember 2021, bermuatan kepentingan, akal – akalan, suka – suka, tawar – menawar, modus operandi dan tidak berdasar hukum.
Hanya untuk meraup keuntungan kelompok dan merugikan masyarakat Nisel (anak desa), rahasia umum untuk menjadi GBD dan TK-TTD perlu lobi – lobi, perlu pendekatan dan perlu memberikan sesuatu baru bisa lolos seperti model game theory.
Maka beberapa saran TK-TTD yang hanya digaji sekitar Rp. 1000.000/Bulan kepada Pejabat Pemkab Nisel, tunjangan, fasilitas mobil dinas kepala dinas se – Kabupaten Nisel dan jajarannya ditarik dan dilelang untuk membangun sarana dan prasarana, apalagi Nisel termasuk dalam kategori 3T (terdepan, terluar dan tertinggal), ungkap salah seorang TK-TTD yang tidak mau disebutkan namanya kepada wartawan.
Pemkab Nisel, tidak memperhatikan dampak kerugian GBD dan TK-TTD baik secara langsung maupun tidak langsung untuk berjuang menjadi GBD dan TK-TTD.
PHK secara sepihak tidak manusiawi (melanggar HAM), berpotensi terjadi gugatan di PTUN. Dalam mengikuti seleksi dan melakukan pemberkasan GBD dan TK-TTD Tahun 2021, setiap orang dapat mengeluarkan biaya jutaan rupiah untuk mengurus kelengkapan administrasi yang diduga dengan sengaja didesain oleh instansi Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan untuk mempersulit dan menguntungkan kelompok tertentu.
Bahwa proses syarat administrasi GBD dan TK-TTD Tahun 2021 dibuat sepihak oleh dinas terkait tanpa dasar hukum (Surat berkelakuan baik dari kades, SKCK, pas photo, surat bebas narkoba, dll) merupakan perbuatan melawan hukum/ ilegal, ungkap GBD dan TK-TTD dari kepulauan Tello.
“Maka upaya kami, akan menyurati dan melaporkan masalah PHK ini ke Presiden Republik Indonesia,” tegas salah seorang GBD.
Laporan : Duha