PEMATANGSIANTAR (MS) – Siapa sangka, karikaturis terbaik yang dimiliki Dunia Pers Indonesia yang juga melukis wajah Raja Sisingamangaraja XII adalah seorang pria kelahiran P. Siantar. Beliau adalah Agustin Sibarani, lahir pada tanggal 20 Agustus 1925.
Dikutip dari Wikipedia, pada usia 8 tahun, pria kelahiran Pematangsiantar tersebut pernah bersekolah di Holandsch – Inlandsch (HIS). Saat bersekolah, Agustin Sibarani sudah menunjukkan bakat seninya ketika Ia melukis para gurunya di HIS hanya dengan melihat pasfoto guru-gurunya tersebut.
Saat Ia bersekolah di Meer Uitgebreid Onderwijs (MULO) di Medan, pemerintah Belanda memberikan beasiswa kepada dirinya untuk belajar di Akademi Seni Rupa di Belanda. Sayangnya, ia harus membatalkan beasiswa tersebut karena Perang Dunia ke-II sedang bergejolak dan pasukan Jepang menduduki Belanda.
Kemudian ibunya meminta agar Ia belajar di MIS (Middelbare Landouw School) Sekolah Menengah Pertanian, di Buitenzorg, Bogor. Sang ibu berharap anaknya dapat menjadi Ajunct Landbouw Consulent (Wakil Penyuluh Pertanian) di perkebunan milik ayahnya seluas 300 Ha di Pariasan.
Bulan April 1945, Ia menyelesaikan pendidikannya, kemudian bekerja di perkebunan Merbuh, sebelah Selatan Semarang. Setelah itu, Ia menjadi karyawan di United States Information Service (USIS) Jakarta, sebagai ilustrator.
Tahun 1952, Ia membuat tiga judul buku ala Walt Disney untuk anak-anak, diterbitkan oleh PT. Timun Mas milik Poppy Sjahrir dan Alex Sutantio. Tahun berikutnya, Ia menulis buku kartun Senyum Kasih Senyum dan Si Ucok yang diterbitkan oleh penerbitan Belanda, Godfried. Ia juga mendapat kesempatan untuk menggelar pameran di Jerman Barat, Moskow (Uni Sovyet), dan Wina, Austria, tahun 1959.
Agustin Sibarani adalah pelukis wajah Raja Sisingamangaraja XII pada tahun 1961. Berdasarkan riset panjang mengenai sosok pejuang dari Tapanuli ini, lukisan itu diselesaikannya pada 1962, dan diserahkan kepada pemerintah pada saat diumumkannya pengakuan Sisingamangaraja XII sebagai Pahlawan Nasional.
Karya-karya karikaturnya pada era 1950-an hingga awal 1970-an tersebar di sejumlah penerbitan dan sering menjadi perbincangan orang banyak.
Karena masalah politik, Ia tidak bisa mengirimkan karikaturnya ke media massa di dalam negeri waktu itu. Namun demikian, Ia terus berkarya dan hasilnya dimuat di sejumlah media luar negeri seperti Le Monde, Reporters Sans Frontiers, L’Humanite (Perancis), dan Jurnal Indonesia (Cornell University, Amerika Serikat.
Laporan : Anton Garingging