SIMALUNGUN (mimbarsumut.com) –
Sesuai Pantauan dan Investigasi di Lapangan oleh Tim Khusus IWARAS(Ikatan Wartawan Asal Simalungun) belakangan hari ini dikab simalungun marak penebangan hutan diduga tidak memiliki izin.
Camat dan pangulu di Kabupaten simalungun khususnya di kec. Dolok silau, diminta untuk berhati-hati dalam mengeluarkan SKT. Jangan sampai SKT dikeluarkan, ternyata berada di kawasan hutan, tentunya akan berakibat fatal karena akan berurusan dengan hukum.
Demikian tanggapan dari Ketua Eksektif IWARAS Ir.Manter Saragih ketika berbincang dengan awak media ,Minggu ( 17/03/2024).
Soal kawasan hutan.
“Agar tidak menerbitkan SKT di areal kawasan hutan,” Ujar Manter.
Perihal tindak lanjut Intruksi presiden (Inpres).”sambungnya.
Sesuai Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, ditegaskan dalam point 1 bahwa setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan. Dalam point 3 juga dijelaskan bahwa setiap orang dilarang mengerjakan dan menggunakan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah.
Titik koordinat kawasan hutan di kab. Simalungun ,( kec. Dolok silau ) sudah ditetapkan dengan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan nomor SK 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016. Sehingga bagi camat sebelum menerbitkan surat tanah masyarakat agar dapat berkoordinasi dengan Bagian Pertanahan Setdakab simalungun untuk menginformasikan wilayah kawasan hutan. zona HPT, HPK dan HPL luasnya ada dalam data Bagian Pertanahan Setdakab, di mana zona kawasan hutan yang tidak bisa diganggu. “Apalagi diperkuat dengan surat intruksi Gubernur, tidak diberikan toleransi terhadap penerbit SKT yang berada di kawasan hutan atau yang berkaitan oleh pangulu/Camat dan menindak secara tegas terhadap aparat yang terbukti menerbitkan SKT tersebut,”
Jika terdapat penerbitan sertifikat atau hak atas tanah yang menurut tata ruang berada dalam kawasan hutan, maka harus dibatalkan. Soal areal kawasan hutan yang sudah ada SKT dan sertifikat milik perorangan serta izin perusahaan, menurut itu illgal, karena aturan sudah jelas dan tegas diatur dalam UU Agraria tahun 1960 dan UU Nomor 41 tahun 1999 serta tata guna hutan kesepakatan (TGHK).
“Yang sudah terlanjur menerbitkan SKT dan sertifikat di areal kawasan hutan sebagaimana sesuai dengan permendagri tahun 1999, ditegaskan bahwa apabila terjadi cacat secara administrasi, bisa di batal kan,” tutup Manter
Laporan : anton garingging