TEBINGTINGGI (MS) – Penyertaan modal sebagai investasi jangka panjang oleh Pemko Tebingtinggi kepada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Bulian TA 2016 sebesar Rp 36.725.547.340 tidak memiliki dasar hukum nilai investasi.
Penyertaan modal tersebut patut diduga illegal sebagaimana dijelaskan dalam LHP BPK Buku II atas Sistem Pengendalian Intern No.43.B/LHP/XVIII.MDN/05/2017, tanggal 18 Mei 2017.
Demikian disampaikan Ratama Saragih responder BPK Sumatera Utara yang juga Ketua LSM LIRA Tebingtinggi kepada awak media, Jumat (11/06/2020).
Dijelaskan Ratama, bahwa pada neraca, saldo investasi jangka panjang permanen penyertaan modal Pemko Tebingtinggi per 31 Desember 2016 dan 2015 disajikan secara komparatif masing – masing sebesar Rp 51.868.530.661 dan Rp 47.756.419.389, termasuk di dalamnya saldo penyertaan modal Pemko Tebingtinggi pada PDAM Tirta Bulian yang disajikan per 31 Desember 2016 dan 2015 masing – masing sebesar Rp 33.559.695.592 dan Rp 21.258.242.823.
Nilai investasi penyertaan modal tersebut bentuk kepemilikan oleh Pemko adalah 100%.
Selain itu, pada Tahun 2016, anggaran pengeluaran pembiayaan – penyertaan modal Pemko Tebingtinggi sebesar Rp 4.819.722.834 dengan realisasi sebesar Rp.4.819.722.834, atau 100% dari anggaran yang tersedia.
Dari realisasi tersebut sudah termasuk diantaranya, pengeluaran pembiayaan -penyertaan modal Pemko Tebingtinggi pada PDAM Tirta Bulian sebesar Rp 1.500.000.000.
Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK Perwakilan Sumatera Utara, lebih lanjut, diketahui bahwa Pemko Tebingtinggi telah menerbitkan Perda No.14 Tahun 2011 Tentang Penyertaan Modal Pemko Tebingtinggi, antara lain pada PDAM Tirta bulian.
Berdasarkan keterangan Kabag Organisasi dan Hukum pada Sekretariat Daerah, diketahui bahwa belum terdapat pengajuan Perda terkait penyertaan modal yang memuat nilai penyertaan modal.
Menurut BPK, kata Ratama fakta ini jelas bertentangan dengan Pasal 41 ayat (5) Undang-undang No.1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, Peraturan Pemerintah No.71.Tahun 2010 tentang Standart Akuntansi Pemerintah (SAP), PSP No.07 tentang Akuntansi Investasi, pada lampiran I.07 paragraf 20, yang menyatakan bahwa pengeluaran kas dan /atau aset, penerimaan hibah dalam bentuk investasi dan perubahan piutang menjadi investasi dapat diakui sebagai investasi apabila memenuhi kriteria yakni, antara lain, kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial dimasa yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah, dan nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai (reliable).
Selain itu kondisi tersebut sangat bertentangan dengan pasal 74 Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, yang menyatakan bahwa penyertaan modal Pemda dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun berkenaan telah ditetapkan dalam Perda tentang penyertaan modal daerah berkenaan.
Bahwa dalam Pasal 71 ayat (9) Permendagri No.21 Tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Permendagri No.13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan Keuangan Daerah yang menyatakan bahwa dalam hal Pemda akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dalam perda tentang penyertaan modal, dilakukan perubahan Perda tentang penyertaan modal yang berkenaan.
Akibat fakta tersebut maka sudah barang tentu penyertaan modal pada PDAM Tirta Bulian sebesar Rp 36.725.547.330 belum memiliki dasar hukum nilai investasinya alias illegal.
Menurut Walikota DPD LSM LIRA ini, bahwa temuan BPK ini tidak boleh dianggap remeh oleh APH dan APIP Tebingtinggi, karena sangat patut diduga adanya unsur melawan hukum, kerugian negara, gratifikasi dan menggunakan kewenagan untuk kepentingan pihak tertentu.
Laporan : napit