TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Pemecatan siswa atau mengundurkan diri, sejatinya sudah melalui proses yang sangat matang dengan pertimbangan hukum dan pertimbangan akedemis selain pertimbangan psikologis dan causilatasnya.
Karena Pendidikan itu adalah salah satu Hak Dasar setiap warga negara yang harus dipenuhi oleh Negara dan dilindungi oleh Pemerintah sebagaimana dijamin dalam Pasal 31 Undang-undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran, ujar Ratama Saragih Pengamat kebijakan Publik dan Anggaran kepada mimbarsumut.com, Kamis (21/9/2023)
Ratama yang juga Jejaringnya Ombudsman RI ini menegaskan bahwa kepala sekolah jika dengan semena-mena memecat siswanya tanpa ada pertimbangan Hukum dan Akedemis itu dikategorikan Penyalahgunaan Wewenang alias maladministrasi.
Pasal 5 Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dijelaskan bahwa Pendidikan termasuk ruang lingkup layanan di lbidang jasa Publik Misi Negara dikarenakan sebagian atau seluruh dana operasionalnya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, maka Sekolah Negeri dimana tempat anak-anak menimba ilmu tidak lain sebagai sarana publik.
Kepala sekolah, guru dan tenaga administrasi disebut sebagai pelaksana pelayanan, pengelola informasi yang ditugaskan negara dan kepadanya dilimpahkan tanggungjawab sesuai tugas dan fungsinya sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku.
Amanat Pasal 18 Undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah daerah yang menyatakan bahwa Penyelenggara Pemerintah Daerah memprioritaskan pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar yang meliputi urusan pendidikan yang ditetapkan dengan Standart Pelayanan Miimal.
Ini mengisyratkan kalau urusan pendidikan itu mendapat skala prioritas sehingga pengelolaannya jangan sampai merugikan masyarakat apalagi siswa, anggota keluarga yang bahagian dari masyarakat.
Pasal 51 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standart Nasional Pendidikan menyatakan bahwa pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dibidang akedemik dilakukan oleh rapat dewan pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan dengan meminta pertimbangan dan arahan dari lembaga berwenang diatasnya (untuk SMA dan SMK yakni Dinas Pendidikan Propinsi).
Baca juga : DPRD Tebingtinggi Sesalkan Sikap SMK Negeri
Inikan jelas instrumen hukumnya, ada tatanan pengambilan keputusan, apalagi sampai penghapusan Data Siswa dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik) lebih parah lagi, padahal siswanya sudah memasuki tahap akhir pendidikan.
Kalau masalahnya diselesaikan dengan menggunakan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat maka diharapkan partisipasi melekat pada Negara, Pemerintah, dan pemerintah Daerah.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 49 undang nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Anak untuk memperoleh pendidikan.
Ironisnya jika pihak Aparat Penegak Hukum menerapkan pasal 76A undang nomor 35 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, bahwa setiap orang dilarang:
memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya maka yang terjadi adalah proses Hukum Pidananya, bukan lagi penyelesaian sesuai asas Pendidikan yang mengutamakan pendekatan kekeluargaan, Edukatif, Moral dan Perilaku serta Kompetensi Kepala Satuan Pendidik itu sendiri, karena ancaman pidananya jelas dipidana selama 5 (lma) tahun dan denda Rp.100.000.000.-
Kepala Dinas Pendidikan Propinsi, Inspektur Propinsi sebagai APIP dan Pemerintah Kota/Kabupaten sepatutnya menyikapi masalah ini, karena pemecetan dengan dalih pengunduran diri siswa dan atau pengembalian kepada orang tua bukan lagi masalah baru di negeri ini, malainkan persoalan yang berulang-ulang terjadi, ini membuktikan masih lemahnya sistem Pengawasan yang ada di sektor Pendidikan khususnya satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pungkas Walikota LSM LIRA ini.
Laporan : napit