
TEBINGTINGGI (MS) – Praktisi Hukum alumnus Universitas Borobudur Jhonson mengatakan Sertifikat HPL nomor 2 tahun 2003/Bandar Sakti batal demi hukum.
Pendapatnya ini disampaikan ketika diminta tanggapannya terkait Sertifikat HPL nomor 2 tahun 2003 seluas 17.435 M2 yang diatasnya telah dibangun pasar sakti sejak tahun 2002, seusai menyerahkan tembusan permohonan pembatalan yang diajukan kuasa ahli waris ke Kementerian ATR/Kepala BPN di Jakarta, Jumat 21-6-2019.
Johnson menegaskan bahwa HPL nomor 2 tahun 2003 seluas 17.435 M2 dimohonkan penerbitannya oleh Pemko Tebingtinggi berdasarkan surat pelepasan hak atas tanah dengan ganti rugi yang dibayarkan kepada Masri Budiman dan Sastra Wijaya selaku ahli waris Eng Tjiang Seng pada tanggal 21 Januari 2002, dimana tanah tersebut dimiliki Eng Tjiang Seng Berdasarkan Sertifikat Hak Pakai nomor 1 tahun 1969/Bandar Sakti seluas 17.435M2.
Sebagaimana diketahui Sertifikat Hak Pakai nomor 1 tahun 1969/Bandar Sakti atas nama Eng Tjiang Seng telah dibatalkan berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Medan nomor 78/PDT/2003/PT-Mdn tanggal 14 April 2003 jo putusan Mahkamah Agung RI nomor 3331/K-Pdt/2003 tanggal 4 Mei 2005, memutuskan tanah seluas 22.350M2 yang dilindungi dengan Grand Sultan tahun 1910 persil 26 adalah sah milik Alm. Mali dan atau ahli warisnya Anwar B.Munthe.
Prosedur pembatalan sertifikat sebagaimana diatur sesuai Pasal 108 Permen Agraria/Kepala BPN nomor 9 tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, dengan mengajukan permohonan karena cacat administrasi,terang Johnson.
Laporan : red