TEBINGTINGGI (mimbarsumut.com) – Pemerintah Kota Tebingtinggi memiliki aset sebanyak 4.229 unit gedung dan bangunan dengan nilai total Rp.860.705.044.101,61 sebagaimana disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) R.I nomor.35.B./LHP/XVIII.MDN/04/2022, tanggal 1 April 2022.
Salah satu diantaranya, Pasar Induk di Jalan AMD, Kelurahan Lubuk Baru, Kecamatan Padang Hulu yang sampai saat ini tak berfungsi sebagaimana layaknya Pasar yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan.
Hal ini dikatakan Wali Kota LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) Kota Tebingtinggi Ratama Saragih kepada mimbarsumut.com, Sabtu (05/11/2022).
Disebutkannya, dari pengamatan LIRA langsung di lokasi Pasar Induk, ditemukan sarana fasilitas paving block, sudah rusak padahal baru selesai dibangun pada Tahun Anggaran 2019 dengan biaya yang cukup fantastis sebesar Rp.612.559.098,80.
Ratama Saragih yang juga sebagai Jejaringnya Ombudsman RI ini, mengatakan, pembangunan Pasar Induk dimulai sejak Tahun Anggaran 2017 berdasarkan kontrak nomor.510/1550/SP/Disdag/VII/2017, tanggal 26 Juli 2017 oleh PT. AHJ dengan nilai kontrak sebesar Rp.11.480.180.000 00, Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) nomor.510/1554/SPMK/Disdag/VII/2017,tanggal 24 Juli 2017, addendum kontrak pertama nomor.510ADD/2017, tanggal 19 September 2017.
Selesai dikerjakan sesuai berita acara pemeriksaan fisik nomor.510/3130/Disdag/XII/2017, tanggal 27 Desember 2017 dan dibayar lunas melalui SP2D terakhir nomor.3670/SP2D-LS.2/3.06.01.01/2017 tanggal 18 Desember 2017 sebesar Rp.574.009.000,00.
“Uang negara habis percuma tak ada manfaat hanya untuk membangun Gedung Pasar Induk,” geram alumni fakultas Hukum USI ini.
Dalam proses penbangunan Pasar Induk, ada aturan yang mengatur yakni Peraturan Presiden nomor.15 Tahun 2015 Tentang Perubahan keempat atas Peraturan Presiden nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Artinya, dalam konteks pembangunan hukum kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah memiliki arti strategis yaitu pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan sektor signifikan dalam upaya pertumbuhan ekonomi kerakyatan, sebagai proteksi preferensi bagi pelaku usaha dalam negeri serta mampu menerapkan prinsip tata pemerintahaan yang baik untuk mendorong efisiensi dan efektifitas belanja publik.
Namun, faktanya berbanding terbalik dengan instrumen pembangunan hukum yang di maksud ujar Ratama Saragih yang juga selaku Pengamat Kebijakan Publik.
Anehnya, lanjut Ratama, tak ada satu fraksipun di DPRD Tebingtinggi yang menyuarakan dalam pandangan umum fraksi-fraksi di dalam sidang paripurna terkait Ranperda APBD 2023. “Ini kan tak wajar jika dikaitkan dengan fungsinya sebagai pengawasan,” ungkap Ratama mengoreksi sikap anggota DPRD Tebingtinggi.
Maka, konsep good governance tak berjalan. Pasalnya, tak ada saling ketergantungan (interdependence) dan interaksi dari aktor kelembagaan disemua level tingakat dalam pemerintahaan yakni pemerintah (Eksekutif, Legislatif, Judikatif), swasta dan civil society, jelasnya.
Laporan : napit